Minggu, 20 Februari 2011

MENGAPA ASIA KALAH KREATIF

MENGAPA ASIA KALAH KREATIF
Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” (2001) yang dianggap kontroversial tapi  ternyata menjadi “best seller”.  (www.idearesort.com/trainers/T01.p); mengemukakan beberapa hal ttg bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan pikiran  banyak orang:

(a)    Bagi kebanyakan orang Asia, dlm budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki kekayaan banyak.
(b)    Bagi orang Asia, banyaknya  kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukaim ceritera, novel, sinetron atau film yang  bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku  koruptif pun
ditolerir/ diterima sbg sesuatu yg wajar.
(c)    Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada  pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus2 Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan utk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.
(d)    Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
(e)    Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dlm Olympiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya  yang berbasis inovasi dan kreativitas.
(f)    Orang Asia takut salah (KIASI) dan takut kalah (KIASU). Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya  memenuhi rasa  penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.
(g)    Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah
(h)    Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru / narasumber untuk minta penjelasan tambahan.
NOTE DARI PENYUSUN : Secara pribadi saya sangat setuju dengan apa yang di kemukakan Prof Ng Aik Wang. Karena hal itu juga saya rasakan dan telah menjadi keprihatinan saya  sejak lama. Saya juga pernah jadi produk  (korban) sistem pendidikan Indonesia. Bila anda juga tertarik untuk mengetahui lebih banyak silahkan search di Google atau pesan buku nya keAmazon.com;  Dlm bukunya Prof.Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut :
(a)    Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya. Percuma bangga harta atau membangun sesuatu jika duitnya dari hasil korupsi
(b)    Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya
(c)    Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban untuk X x Y harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar2 dikuasainya
(d)    Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang
(e)    Dasar kreativitas adalah rasa penasaran & berani ambil resiko. AYO BERTANYA
(f)    Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau KITA TIDAK TAU.
(g)    Passion manusia adalah anugerah Tuhan, sebagai orang tua kita bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak kita menemukan passionnya dan mensupportnya. Mudah2an dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak dan cucu yang kreatif, inovatif tapi juga  memiliki integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi
Tapi benarkah demikian ?, ditunggu donk jawaban anda, khususnya dari adik-adikku yang sedang ngangsu kawruh di SMAK MDP dan jajaran pamongnya, sekalian beritakan bahwa anda dan ditempat belajar anda telah lebih maju dari tulisan tersebut diatas, semoga (FR-bambang soesijanto)